Thursday 12 June 2014

3. Metode Tata Cara Penarikan PHLN perlu diperbaiki, kenapa? (Loan/Grant Regulations Need Improvement, Why?)


Latar Belakang (Background)


Latar belakang perbaikan metode ini dengan maksud dan tujuan:

  1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi Subdit RPH di tahun 2013 khususnya dalam hal penyusunan juknis pencairan dana PHLN;
  2. Untuk meningkatkan koordinasi antar unit di Ditjen Perbendaharaan dan unit lain di Kementerian Keuangan dalam menyusun juknis pencairan dana PHLN;
  3. Untuk membahas perkembangan proses revisi PMK 151/PMK.05/2011 tentang Tata Cara Penarikan PHLN

Pendahuluan dan Diskusi (Preface and Discussion)


1.      Penyusunan Perdirjen Reksus
  • Standar waktu penyelesaian pada Dit. PKN, Dit. SP,  dan Setditjen PBN
  • SOP penyusunan Perdirjen Reksus
  • Percepatan penyusunan Perdirjen Reksus
  • Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun Perdirjen Reksus
  • Menyusun suatu Perdirjen Payung Reksus untuk menyederhanakan proses dan mendukung penyerapan PHLN dengan Mekanisme Reksus
2.      Revisi PMK 151/PMK.05/2011
  • Penyeragaman dokumen yang diajukan ke KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah;
  • Harmonisasi dengan SPAN dan ketentuan tentang Revisi DIPA;
  • Penyederhanaan proses penarikan PHLN
3.      Penghapusan Ineligible Backlog dalam LK BUN 2013
  • PHLN closing date lebih dari 18 bulan pada 30-12-2013 (TMT 30 Juni 2011);
  • Permintaan pertimbangan ke Dirjen PU tentang closing date atas PHLN yang ineligible backlog-nya akan dihapus dari LK BUN 2013
  • Penggantian ke EA dengan alokasi dana di DIPA
4.      Alokasi Anggaran Selisih Kurs Terealisasi
  • Ada potensi selisih kurs terealisasi dalam transaksi terkait refund PHLN;
  • Tidak ada alokasi anggaran selisih kurs terealisasi;
  • Selisih kurs terealisasi dicatat sebagai belanja (rugi) atau pendapatan (untung); 
  • Unit yang mengalokasikan anggaran selisih kurs terealisasi (EA, BUN/KPA Utang/DJPU) 
Dari diskusi yang dilakukan dari berbagai Instansi terkait diperoleh suatu pembahasan yang berisi:
  1. Mengenai Revisi PMK 151/PMK.05/2011 terkait implementasi SPAN, jika pada KPPN yg mencairkan dana sudah terintegrasi dengan SPAN maka tidak perlu menggunakan surat perintah pembebanan (SPB) lagi tapi jika belum terintergrasi dengan SPAN maka masih wajib menggunakan SPB ini.
  2. Selisih kurs realize dan unrealize  apakah dicatat dalam DIPA juga masih harus didiskusikan lebih lanjut. Namun mengenai selisih kurs seharusnya dibebankan ke DIPA satker karena hal ini bukan karena kesalahan dari DJPU namun karena kesalahan satker diantaranya karena lambatnya penyelesaian refund;
  3. Untuk penyeragaman dokumen pembayaran langsung (P/L), mungkin hanya dokumen yang terkait di satker saja yang bisa diseragamkan walaupun lampiran dokumennya tidak bisa diseragamkan, sedangkan dokumen  yang terkait lender tidak bisa diseragamkan karena tergantung kebutuhan masing-masing lender.
  4. Terkait implementasi SPAN, Dir.Tansformasi Perbendaharaan berpesan supaya di KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah hanya ada transaksi valas saja, tidak ada rupiah. Sehingga di perdirjennya harus berisi kontrak reksus yang dalam valas. Hal ini dikarenakan satker terkadang mencairkan dalam bentuk rupiah dengan alasan antrian loket di KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah lebih sedikit dari pada antrian loket di KPPN lainnya;
  5. Kontrak-kontrak dalam bentuk valas yang pencairan dananya menggunakan rupiah, saat ini belum ada payung hukumnya padahal hal ini bisa berakibat adanya selisih kurs, sehingga diharapkan segera dibuat payung hukumnya;
  6. Jika ada kontrak dalam rupiah, tidak boleh pembayarannya dengan mata uang valas.
  7. Perlu adanya evaluasi kembali dari tata cara penarikan (dibuat lebih modern). Sebagai contoh, backlog selalu muncul terus sehingga menyibukkan Dit.PKN dalam menyelesaikan masalah backlog ini dengan pihak K/L dan lender;
  8. Mengenai selisih kurs, dibebankan kemana? apakah ke K/L dengan menggunakan revisi DIPA, ataukah dibebankan dibebankan ke DIPA-BUN? Hal ini harus jelas prosedurnya


Kesimpulan (Conclusion)
  1. Sedapat mungkin kita bisa kompak dengan K/L dalam pengaturan loan agreement sehingga pengimplementasian PHLN ini bisa berjalan baik;
  2. Sebagai contoh: jika ada pinjaman/hibah dari mata uang yen yang pencairannya diminta oleh K/L dalam rupiah seharusnya dibuat peraturan yang mencegah hal ini terjadi;
  3. Diharapkan bisa segera dibuat perdirjen payung, sehingga kesibukan-kesibukan diakhir tahun mengenai masalah PHLN akan bisa dihindari;
  4. Untuk dana yang ineligible, disepakati untuk dibebankan ke DIPA satker, hal ini juga bisa menjadi punishment untuk K/L supaya bisa bertanggung jawab terhadap proyek PHLN;
  5. Untuk masalah backlog, perlu adanya klarifikasi dari pihak lender, karena klarifikasi ini diperlukan   oleh pihak auditor.
 Daftar Peraturan Terkait (List of Related Regulations)


  1. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  3. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan ;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.05/2012 tentang Tata Cara penarikan PHLN;
link terkait: perbendaharaan.go.id
keyword: indonesia treasury, indonesian treasury, indonesian treasury, indonesia treasury perbendaharaan